Tentang Kesiapan Menikah

Sebenernya aku tuh udah siap nikah nggak, sih?

Ini adalah salah satu pertanyaan yang muncul di benakku akhir-akhir ini. Yap, tentang pernikahan. Aku mempertanyakan ke diri sendiri beberapa hal yang sepertinya wajar banget buat mulai aku pikirin di usiaku sekarang. Aku udah dewasa, bukan lagi anak-anak. Yaaa, walaupun jujur kadang-kadang di dalam diri ini muncul perasaan memberontak karena jiwa ambis-ku menolak untuk membahasnya dan menganggapnya tabu. Dear myself, yuk, kita coba untuk berdialog sejenak. :)

Pernikahan itu sesederhana menyatukan dua insan yang berbeda dengan tujuan yang sama untuk bisa saling melengkapi satu sama lain. Saling menguatkan. Aku akan coba untuk memvisualkannya menjadi sebuah cerita seperti di bawah ini.

Bayangkan, ada sebuah kayak yang sedang menepi. Di ujung sana, ada kota yang terlihat sangat ramai. Kayak itu hanya muat dan bisa digerakkan oleh dua orang. Kayak itu satu-satunya kendaraan untuk bisa menuju ke kota. Waktu yang harus ditempuh dari ujung pulau ke kota menggunakan kayak memakan waktu berhari-hari. Seseorang yang tertarik pada kota di ujung pulau harus mencari seseorang yang lain untuk membantunya mencapai kota. Ia mencoba meyakinkan orang lain agar mau ikut dengannya dengan tekun menawarkan diri, menjelaskan apa tujuannya pergi ke kota menjelaskan apa visi dan misinya selama perjalanan itu, dan mungkin ia bahkan menawarkan jaminan yang bisa ia berikan kepada orang lain. Lalu, setelah sampai di kota, apa yang akan ia lakukan? 

Dua orang yang awalnya tak saling kenal, mulai mengakrabkan diri hingga saling setuju untuk bersama-sama menaiki satu kayak.

Di perjalan yang memakan waktu tak sebentar, tentu keduanya harus saling bekerja sama dan berkoordinasi agar kayak yang mereka tumpangi dapat mencapai tujuan akhirnya. Mereka berdua harus serempak mendayung ke arah yang sama. Sesekali pasti ada gangguan yang mereka hadapi di depan dan mereka harus siap untuk menghadapinya bersama-sama. Bayangkan saja jika dua orang tersebut tidak bisa saling bekerja sama, apa yang akan terjadi?

Kira-kira, begitulah caraku memvisualkan tentang apa arti pernikahan. 

Menurutku, menikah bukan soal aku-kamu. Tapi kita. Pernikahan bukan tentang pesta satu malam, namun justru hari-hari setelahnya.

Kalau boleh jujur, sebenarnya aku nggak bisa membayangkan diriku sendiri bakal menikah di waktu yang dekat. Sesederhana, karena aku merasa masih belum beres sama diri sendiri. Aku belum menguasai diriku sepenuhnya. Aku merasa aku masih terlalu anak-anak buat melangkah ke jenjang yang sangat serius. Kalau aku sendiri aja masih belum beres sama diri sendiri, bagaimana aku bisa beresin masalah-masalah yang ada di luar diriku?

Intinya, saat ini aku masih belum mau mikirin ke arah sana. Aku masih mau fokus buat memperbaiki diri sendiri, belajar meningkatkan kemampuanku sambil mengumpulkan kepercayaan diri. Aku merasa masih belum punya apa-apa yang bisa aku banggakan. Masih belum punya pencapaian apa-apa dan belum bisa menghasilkan dampak yang berarti buat orang lain. 

Saat ini, aku ingin terus belajar-belajar-belajar sambil memperbaiki diri, melakukan apa yang aku suka. Mengevaluasi kesalahan dan lakukan lagi. Aku ingin memanfaatkan masa mudaku dengan memaksimalkan potensi diriku.

Akhir kata, semua orang pasti punya pendapatnya masing-masing. Bagaimanapun, ayo semangat untuk mencapai versi terbaik diri sendiri!

Popular Posts

Thank you, 2021

Menyusuri Lorong Kehidupan: Pencarian Terang di Tengah Kegelapan

Menerima kegagalan