Titik terendah

Bulan-bulan terakhir tahun 2019 kemarin adalah bulan-bulan terburukku. Bulan di mana aku ngerasain capek yang bener-bener capek banget. Capek kuliah, capek kerja, capek berekspektasi, capek ini, capek itu...

Selama kurang lebih 3 minggu, kuliahku berantakan, absenku banyak yang bolong, dateng kelas selalu terlambat dengan muka lesu ga semangat sama sekali, pikiran bawaannya berat dan penuh, tiap pulang kampus hampir selalu menyendiri, berusaha buat ngelanjutin tugas kuliah yang dikasih, tapi selalu berakhir dengan nangis.

Saat itu bener-bener ngerasa down banget, merasa semua usaha yang aku lakuin ngga ada hasilnya sama sekali, ngga ada satupun orang yang meng-appreciate, dan aku selalu melihat temen-temen sekelas semuanya hebat, semuanya berkembang, sedangkan aku masih stuck aja di situ. Ngerasa ngga ngelakuin apa-apa. Kerjaannya nangis terus.

Tiap malem, selalu nontonin video motivasi-motivasi, maunya cari pelampiasan. Tapi lama-lama capek juga, akhirnya ngantuk, terus tidur tanpa ngerjain apa-apa.

Ternyata apa yang aku alami pada masa-masa itu dapat dikatakan sebagai titik terendah dalam hidupku, yang semua orang mungkin akan mengalaminya; titik di mana kamu mempertanyakan semua tentang dirimu sejauh ini, mau di bawa kemana, dan menurutku juga ini merupakan salah satu masa menuju pendewasaan diri. Kamu diuji, sejauh mana bisa mengatasi masalah-masalah seabrek di depan matamu dengan jalan keluar versi terbaikmu. Kamu mau menyerah, atau terus berjalan.

Pada masa-masa itu, aku merasa sangat haus akan dukungan, jadi sebisa mungkin aku selalu menanyakan ke beberapa temanku untuk memintai pendapat mereka tentang apa arti dari tujuan hidup mereka, dan bagaimana mereka bisa mempertahankan itu. Alhasil, perlahan-lahan aku banyak belajar untuk mendengarkan keluhan yang menurutku sama-sama beratnya, bahkan masalah yang  lebih kompleks dan menurutku jauh lebih berat. Ada teman yang berhasil melaluinya, ada juga yang bahkan belum mengalaminya; yang akhirnya mereka harus memikirkannya mulai dari awal dan menyusunnya.

Sejenak, aku bersyukur. Melihat beberapa teman dengan permasalahan yang berbeda, mengingatkanku untuk tidak boleh menyerah begitu saja. Ternyata masih banyak orang yang mengalami permasalahan yang jauh lebih berat dari ini.

Desember 2019, aku kembali menemukan semangatku, aku kembali menemukan apa yang menjadi tujuanku, berkat berkelana mendengarkan keluh kesah dan arti hidup orang-orang sekelilingku. Aku teringat pernah punya mimpi yang begitu amat besar sewaktu SMP, namun karena terkubur oleh waktu, mimpi itu mati. Aku coba gali lagi, dan berfikir bahwa tidak ada salahnya untuk mencoba menghidupkan kembali, masih ada waktu, dan tentu aku masih muda, punya banyak tenaga, dan aku masih dapat menemukan kembali alasan mengapa aku dulu sangat mengagungkan mimpiku ini.

Akhirnya aku hidup kembali.

Sekarang sudah bulan kedua tahun 2020. Setelah melihat kembali ke belakang, aku cukup bangga sama diriku sendiri. Aku bisa kembali dengan spirit yang jauh lebih besar dari sebelumnya dan berhasil melalui masa-masa terpurukku.

Ada satu pelajaran yang dapat aku ambil dari sini, bahwa : selama kalian masih punya impian dan tujuan, maka sebenarnya kalian masih hidup. Sejatuh apapun itu, kalian masih bisa memulai lagi, dan itu yang membuat hidup jadi seru; bahwa kalian dapat memulainya lagi, kapanpun.

Aku percaya, aku dapat melalui hari-hari selanjutnya dengan lebih baik, karena aku punya impian dan tujuan yang berusaha aku realisasikan. Setiap aku mulai 'down' lagi, aku akan selalu ingat ceritaku yang kutulis ini. Karena aku fikir ini sangat membantuku dengan mudah untuk bangkit lagi.

Aku harap, kalian juga. Baik yang sedang merasa gagal dan jatuh, semoga kembali dikuatkan. Ingat tujuan awal kalian, dan ingat kembali apa yang dulu pernah membuat kalian yang akhirnya memutuskan untuk memulai semuanya ini. Ingat selalu perjuangan kalian, bahwa kalian juga layak untuk dihargai. Tetap semangat!

Popular Posts

Thank you, 2021

Menyusuri Lorong Kehidupan: Pencarian Terang di Tengah Kegelapan

Menerima kegagalan