Rasanya Menjadi Mahasiswa, Karyawan, dan Murid dalam Satu Waktu

Post ini tidak dibuat dengan niat untuk pamer kesibukan atau jadi sok sibuk.

Sesuai dengan tagline blog ini "merekam pikiran dan emosi", aku mau nulisin apa isi pikiranku dan emosi apa yang aku rasain dari pandangan orang yang sedang menjalani tiga peran sekaligus dalam satu waktu.

Biasanya, kita sering mendengar seseorang yang menjalani dua kegiatan secara bersamaan: menjadi mahasiswa dan karyawan. Kali ini, aku berpikir kalau kasusku cukup unik, karena aku juga adalah seorang murid.

Pertama, kita mulai sama masing-masing pengertiannya dulu.

Mahasiswa: orang yang belajar di perguruan tinggi (KBBI). Iya, aku kuliah lagi. Mulai dari bulan Oktober ini, ada tutorial yang harus aku ikuti setiap minggunya. Tujuan besarnya dari menjadi mahasiswa lagi adalah karena di masa depan aku pengin jadi guru, atau setidaknya aku mau mendalami profesi mengajar hingga mungkin, sisa waktu hidupku.

Karyawan: orang yang bekerja pada suatu lembaga dengan mendapat gaji (KBBI). Kalau ini, sudah pasti, saat ini menjadi karyawan adalah jalan satu-satunya aku mendapatkan uang biar bisa bayar keperluan sehari-hari dan kuliah.

Murid: orang yang sedang berguru (KBBI). Mulai bulan September kemarin, aku berniat ikutan kursus bahasa Jepang online, 3 kali dalam seminggu, selama 9 bulan ke depan. Tujuannya adalah biar bisa lulus JLPT level N3. Lebih-lebih, aku juga mau biar bisa sampe level N2. Punya sertifikat JLPT ini menurutku krusial banget biar bisa menunjang karirku di masa depan. Jadi bagaimanapun, aku mau berusaha biar bisa dapetin itu. Salah satu langkah awalnya yaitu dengan kursus.

Oke, itu sekilas pendahuluan dari masing-masing peran, tujuan, dan alasan kenapa aku mau mengambil semua peran itu. Sekarang, setelah semua peran itu digabungin jadi satu, rasanya gimana?

Nano-nano. Ada high, dan low-nya.

Highnya, jujur, karena mulai sibuk, jadi nggak ada waktu buat overthinking. Iya, kadang-kadang emang ada, tapi nggak separah dulu. Dulu, selalu kepikiran "kok rasanya aku gini-gini aja, ya? Kok aku nggak berkembang, ya? Tujuan hidupku apa, ya?" Sekarang, fokusnya ganti jadi "gimana caranya biar bisa menyeimbangkan ini semua?"

Terus, aku ngerasa menjalani ketiga kegiatan secara bersama-sama ini membuatku merasa fullfill; merasa hidupku lebih bermakna. Aku senang kalau aku punya sesuatu yang bisa aku lakukan dan ketika aku melakukannya, hasilnya bisa berguna di masa depan dan aku bisa merasa puas dengan diriku sendiri. Melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan kapasitas diri itu jauh lebih baik daripada mikirin kesalahan dan kegagalan yang udah aku perbuat sambil bertanya, bisa nggak ya aku kembali ke masa lalu dan memperbaikinya? Karena itu mustahil.

Nah, itu tadi beberapa highnya. Sekarang, lownya apa, nih?

Time management. Yap, aku lagi struggle banget di sini. Mengatur jam kerja, kuliah, kursus, serta yang nggak kalah penting: me time. Setelah diitung-itung, Senin-Sabtu, tiap hari ada agenda buat kerja, kuliah, kursus. Aku cuma punya hari Minggu pagi sampai siang buat istirahat ga ngapa-ngapain. Bener banget sama apa kata orang yang bilang "24 jam rasanya nggak cukup". Dulu, sih, mikirnya lebay, tapi sekarang kok malah relate banget. 🥹

Prokrastinasi dan jam karet. Aku nggak bilang sebelum menjadi sibuk, aku bukan tipe orang yang menunda pekerjaan dan nggak telatan. Kebiasaan buruk ini sudah mendarah daging bahkan sejak aku masih SMK, kok... dan sekarang makin parah. Mungkin, penyebab utamanya, sih, ada pada pola pikirku yang terus fokus sama "ayo istirahat", karena menganggap setiap hari sibuuuk nggak ada waktu buat istirahat. Jadinya, yang awalnya istirahat 15 menit adalah reward, malah molor jadi 1 jam...dan pelan-pelan menunda sampe hari berikutnya.

Aku juga punya masalah di jam tidurku. 8 jam tidur adalah wajib, atau aku bakal nggak stabil seharian. Akibatnya, karena aku sering menunda buat belajar bahkan sampe jam tengah malam, aku jadi bangun telat dan datang ke kantor pun seringnya terlambat. Bahkan, nggak usah menunda, sama sekali nggak belajar dan malah hapean terus pun sering juga.

Ckckck... sama sekali bukan hal yang bisa dibanggakan...

Tapi, mah, mengeluh aja nggak ada gunanya.

No more excuse. Berbagai poin low di atas udah jadi resiko. Aku punya tanggung jawab untuk menyelesaikan ketiga-tiganya dengan baik. Sekarang, bagaimana caranya aku bisa menjalankan ketiga kegiatan itu bersama-sama tanpa saling mengganggu? Juga, pertanyaan terbesarnya, apakah aku rela untuk mengorbankan waktuku untuk orang lain dan diri sendiri, atau ada jalan lain?

24 jam itu bukannya nggak cukup, tapi justru, setiap masalah yang ada di dalamnya pasti punya alasannya sendiri. Sekarang, bagaimana aku bisa mengatur segala kesemrawutan ini (terutama soal time management) dengan memecahkan akar masalahnya. Pelan, tapi pasti.

Aku yakin, aku bisa melewati ini semua dan selalu berusaha untuk menyelesaikannya dengan hasil terbaik.

Popular Posts

Thank you, 2021

Menyusuri Lorong Kehidupan: Pencarian Terang di Tengah Kegelapan

Menerima kegagalan