Postingan

Daring

Daring, adalah kata bahasa Indonesia dari online, yang berarti dalam jaringan, terhubung melalui jejaring komputer, internet, dan sebagainya (KBBI). Pada masa pandemi seperti saat ini, semua kegiatan, baik yang berhubungan dengan akademisi, pekerjaan, bahkan pertemuan-pertemuan hampir 90% dilakukan secara daring, melalui internet. Aku sadar betul, bagaimana teknologi daring ini mengubah hampir 180 derajat kehidupan manusia, terutama bagi masyarakat Indonesia. Pertama, akhir-akhir ini mulai banyak UMKM baru yang lahir pada saat keadaan krisis pandemi. Mereka mamnfaatkan teknologi daring untuk memulai sebuah usaha, promosi, dan menghasilkan uang. Aku yakin, ini memang tidak mudah. Aku melihat beberapa tahun belakangan, masyarakat Indonesia banyak yang masih mengandalkan tenaga konvensional, menyiapkan segala sesuatunya secara manual, bahkan dalam teknik promosinya pun masih menggunakan brosur dan media cetak lainnya. Saat ini, semuanya sudah tergantikan. Bagiku sendiri, ini merupakan seb...

Harapan

Pernahkah kita berpikir sejenak, mengapa kita masih bisa bertahan hingga saat ini? Apakah itu karena makanan yang kita makan sehari-hari? Atau rasa haus akan kebutuhan sosial manusia, yang akhirnya memaksa kita untuk terus hidup hingga detik ini. Pernahkah kita bertanya, siapa sosok yang paling berpengaruh di dalam hidup kita? Apakah itu orang tua kita, saudara, guru, teman, atau... pasangan? Siapapun itu... dia lah alasan kita untuk dapat bertahan hingga sejauh ini. Tapi, bagiku, semua hal itu ada berada di urutan nomor dua. Sebisa mungkin, aku selalu ingin menempatkan diriku sendiri, jiwa ini, yang sudah melekat selama 21 tahun di dalam raga ini untuk selalu menjadi prioritas dan alasan mengapa hingga saat ini aku masih hidup dan bertahan. Segala kesulitan dan rintangan yang berhasil kami―raga dan jiwa ini―lalui bersama... tentu dengan dukungan beberapa pihak yang kadangkala menyertai. Sudah 21 tahun, kami bersama menapaki setiap jalan yang samar-samar terlihat oleh mata, kadang tert...

Sisi dua

Manusia dibekali 2 bagian otak, otak kiri dan kanan. Semuanya benar, tidak ada yang salah. Mereka bekerja sesuai porsinya. Mereka tidak bisa dipaksa untuk bertukar posisi, tapi salah satunya bisa menunjukkan dominasinya. Manusia memiliki dua sisi anggota tubuh; mata kanan dan kiri, tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri, dan sebagainya. Katanya, mereka bisa melihat karakter orang dengan mudah hanya dengan melalui dominasi anggota tubuhnya―kiri atau kanan. Tidak ada yang buruk, semuanya baik, tujuannya diciptakan kanan dan kiri adalah untuk saling membantu. Lantas, kenapa ada istilah "makan dengan tangan kiri lebih buruk", apakah karena penggunannya yang berbeda? Oh... iya, mereka punya porsi sendiri yang tidak bisa ditukar. Aku mengerti. Sama dengan kodratnya manusia yang diberi dua sisi anggota tubuh―kiri atau kanan. Manusia juga dihadapkan dengan pilihan-pilihan yang sangat luas, dengan hasil dari panjang dikali lebar (matematika). Pilihannya adalah benar atau salah... ...

Satu minggu negatif

Akhir-akhir ini aku merasa aneh lagi... aku benci saat diriku tiba-tiba merasa sangat buruk dan tidak berguna. Sudah kesekian kalinya, dan sesi ini pertama kalinya pada tahun ini.  Mungkin ini karena interaksi yang sudah terjadi, orang-orang yang menaruh harapan tinggi kepadaku dan aku merasa ingin selalu menyerah. Apa penyebabnya... mungkin semuanya kesalahanku. Kenapa... aku tidak tahu. Aku ingin hidup tanpa tuntutan. Tapi, aku takut jika ini hanya ilusi yang akhirnya menjerumuskan. Apakah aku egois? Egois kata yang terdengar buruk, tapi manusia pasti memilikinya sebagai cara hidup mereka bertahan. Aku ingin hidup dengan perasaan tanpa ego jika bisa. Aku ingin hanya memiliki perasaan empati dan selalu membantu orang lain. Aku ingin menghilangkan rasa bersalah dan tidak berguna. Tapi..., nyatanya tidak bisa. Aku tetap memiliki ego yang mengharuskan untuk mengurus diri sendiri di samping peduli dengan orang lain.  Menjadi manusia itu rumit.  Kadang, aku dengan sangat meny...

2021

Sudah hampir satu tahun semenjak kehadiran pandemi di Indonesia, yang membuat jarak dan batasan antar manusia berikut kegiatannya. Pandemi sudah mengubah banyak hal di dalam hidupku. Tidak hanya hal-hal yang bersifat materiil, namun juga hal-hal esensial, dan pola pikir. Pandemi mengajarkanku untuk menghargai betapa pentingnya interaksi, kebersamaan, dan segala sesuatu yang aku miliki yang mungkin dulu tidak aku sadari. Pandemi juga merubah pandanganku terhadap diriku sendiri. Mulanya, aku sering mempertanyakan hal-hal yang ada di luar kendaliku, berusaha mengontrol semuanya agar sesuai dengan rencana yang aku buat. Aku tidak mentolerir kesalahan, dan jikapun itu terjadi, aku akan dengan sangat keras menyalahkan dan menghukum diri sendiri atas itu; bahwa kepayahanku tidak bisa menjaganya agar sesuai yang direncanakan. Dulu, aku memandang dunia sebagai tempat yang tidak pernah istirahat, segala sesuatu di dalamnya bergerak dengan sangat cepat, tidak ada ruang bagi mereka yang lambat. Ak...

Life Update

こんにちは!お久しぶりですねー Halo! Udah lama ga update blog, terakhir bulan maret sebelum gencar-gencarnya corona seperti sekarang ini. Wah, gila, sih. Ngga nyangka banget efek pandemi ini bakal seperti ini parahnya. Semua rencana yang udah disusun sedemikian rupa buat tahun ini, terpaksa dibatalin. Di Bali sendiri, tempat-tempat wisata udah ditutup sejak itu, dan rasanya kaya bukan Bali banget tanpa adanya turis yang sliweran. Tapi syukurnya, udah hampir 4 bulan semenjak corona pertama kali muncul, sekarang perlahan-lahan aktivitas mulai dijalanin seperti biasanya. Kintamani udah mulai buka lagi, begitupun dengan pantai-pantainya. Tapi tetep, tanpa adanya bule, Bali rasanya masih hambar. Merayakan kembalinya aktivitas seperti semula, aku jadi pengen flashback sedikit tentang hal apa aja yang aku lakuin selama aktivitas di rumah aja sampai sekarang. Salah satunya aku jadi bisa sedikit-sedikit ngomong pake Bahasa Jepang berkat kursus gratis online, walaupun ngga jago-jago banget. Inget banget pertam...

Trailed?

Tulisan kali ini terinspirasi dari percakapan kami kemarin sore. Setelah come back pake Instagram beberapa bulan yang lalu dan  memutuskan buat ngga nge- follow temen-temen sekelas, ada salah satu temanku yang akhirnya bertanya (lagi) tentang apa alasannya. Sejujurnya, menurutku hal kaya gini ngga perlu ditanyain ke si pemilik akun tentang alasan tersebut, sama halnya ketika kita kepo tentang kenapa dia cuma follow artis, arsitek-arsitek terkenal, atau bahkan cuma follow akun yang isinya video-video lucu. Because she/he had to decide what they want to look, as a user . Simpelnya, mereka berusaha buat mengontrol apa yang ingin mereka lihat, dengan harapan bisa nambah dampak positif buat dirinya yang mungkin ngga bisa mereka dapetin di dunia nyata, instead dianggep ansos (anti sosial) , ngga update , dan kata-kata lain yang nge- underestimate  orang tersebut. Dan pertanyaan itu juga aku dapet beberapa kali, hingga akhirnya alasan ini bisa aku sampein ke dia yang kayanya...