Postingan

Mimpi dan trauma

Malam ini, aku terbangun oleh mimpi yang rasanya dapat terlihat secara nyata. Di dalam mimpi itu rasanya aku bisa meluapkan segala emosi yang selama ini tidak bisa aku ungkapkan kepada siapapun. Hingga akhirnya terbentuk sebuah jalan cerita yang seolah nyata, sebagai akibat dari aksi yang rasanya memang tidak akan pernah terwujud di dunia nyata. Di dalam mimpi itu, aku bertemu dengan anggota keluargaku yang sudah lama sekali kami tidak saling bertemu. Terlihat baik-baik saja, tanpa masalah. Namun, hal yang menarik di sini adalah... aku bertemu dengan ayahku lagi, dengan kondisi beliau yang berbeda. Kami bertemu di sebuah rumah... yang terlihat seperti rumah masa kecilku di mana hampir semua pengalaman traumatis terjadi. Ajaib, ya? Walaupun akhir-akhir ini saat di dunia nyata aku sama sekali tidak memikirkannya, tiba-tiba gambar itu muncul secara jelas di dalam mimpi. Apa artinya ini...? Di sana, ayahku terbangun dari tidur di sebuah kamar bersama istrinya. Dia bukanlah orang yang melah

Tujuan Hidup

Setiap hari Sabtu dan Minggu pagi, aku punya kebiasaan untuk keluar sekitar satu sampai dua jam untuk mencari matahari pagi dan juga keringat. Rasanya enak, bisa menikmati waktu di pagi hari tanpa rasa terburu-buru. Tapi, hari ini tidak. Hari Minggu ini, rasanya seluruh badanku tetap mau tinggal diam di rumah walaupun sementara itu hati ini sedikit mau pergi dan melakukan rutinitas Sabtu-Minggu. Bukan, aku bukan sedang capek, aku rasa hari ini aku lebih ingin berdiam di rumah untuk menstabilkan hati dan perasaan. Aku adalah tipe orang yang gampang sekali menyerap energi dari lingkungan sekitarku. Selama beberapa hari belakangan cukup banyak hal yang terjadi dan aku terlalu banyak menyerap energi itu hingga akhirnya aku lupa tentang keberadaanku sendiri. Selain itu, ada pergumulan lain yang menyadarkanku bahwa aku benar-benar berada di persimpangan hidup. Hal itu membuatku terus bertanya tentang apa esensi dari diciptakannya seorang manusia, tentang adanya sebuah kehidupan dan tujuannya

Visualisasi mimpi

Entah kenapa, pagi ini aku merasakan energi yang begitu kuat tentang rasa yakin akan terealisasikannya salah satu tujuan hidup aku saat ini: diterima S2 di Ochanomizu University . Aku bisa merasakan energi itu sangat dekat di depan mata. Aku bisa merasakan perasaan gembira saat menerima kabar pengumuman penerimaan itu hari ini. Terasa sangat nyata. Entah kenapa, aku merasa Tuhan ingin menyampaikan sesuatu, seperti " tak perlu khawatir, karena apa yang kamu inginkan saat ini akan segera tercapai. " Masih ada satu bulan lagi hingga pengumuman penerimaan resmi dirilis. Walaupun begitu, secara tidak sadar, belakangan ini perasaan seperti ini kerap muncul dan mungkin ini adalah puncaknya. Sampai-sampai aku sendiri tidak bisa menahan energi itu saking rasanya yang terlalu nyataーhingga akhirnya aku menulis blog ini sebagai bentuk luapan ekspresiku. Sejak 11 Maret lalu, aku juga mencoba untuk konsisten menulis setiap pagi tentang hal-hal yang ingin aku capai dalam waktu dekat. Hari i

Apa yang hawa butuhkan?

Hubungan ini sudah berjalan satu tahun lebih satu bulan sejak pertama kali kami bertemu. Masih seumur jagung memang. Terlebih, saat ini kami sedang berada pada situasi hubungan jarak jauh. Sebagai perempuan, ini jelas sangat susah dihadapi karena kami adalah makhluk yang sangat melankolis, penuh perasaan. Di sela-sela hubungan ini, tak jarang selalu terbesit pertanyaan besar: Apa yang perempuan benar-benar  butuhkan dari seorang laki-laki? Jawaban dari pertanyaan di atas sungguhlah subjektif. Para perempuan pasti akan berpasangan dengan laki-laki yang dapat melengkapi kekurangan dirinya. Karena itulah, jawaban tersebut perlu dijawab secara personal. Walaupun memang secara psikologis, para ahli mengatakan ada beberapa hal yang sudah wajib menjadi kebutuhan perempuan akan laki-laki yang berlaku untuk seluruh kaum hawa. Secara pribadi, sikap akan  mau mendengarkan  adalah hal pertama yang benar-benar aku butuhkan. Hidup dan besar di lingkungan yang berbeda-beda, dengan macam-macam watak d

Memulai pembicaraan

Setelah sekian lama terkungkung dalam rasa takut, akhirnya aku mencobanya lagi. Kali ini, subjeknya adalah tetangga kos sendiri yang sedikitnya sudah aku tahu informasinya dari pihak staf penjaga kos. Aku baru pindah ke kos baru dan mendengar bahwa ada satu orang Jepang yang juga tinggal di lantai yang sama. Dia adalah peselancar. Aku penasaran, karena kata mereka, orang ini sudah tinggal selama bertahun-tahun di tempat ini bersama istri orang Indonesia. Namun, selama pindahan ke tempat baru pertengahan bulan Februari lalu, kami sama sekali tidak pernah bertemu. Bahkan, di akhir bulan Februari pun, saat aku pindah kamar yang jarak antara kamar kami bahkan tidak sampai 2 meter, bertemu walau hanya sekedar sekilas saja rasanya tetap mustahil. Memang, aku masih penghuni baru di tempat ini, kurang lebih baru 2 minggu. Wajar saja jika pertemuan tidak bisa diciptakan secepat itu. Siang hari, secara tidak sengaja kami bertemu di basemen. Dia dengan posisinya baru saja keluar dari lift dan mem

The journey has been started

Yes, it is. Aku kembali. Aku memulainya lagi. Perjalanan ini resmi dimulai hari ini dengan menyusun poin-poin rencana hingga satu tahun ke depan. Menyusunnya lengkap dengan waktu dan periodenya. Hari ini, telah resmi aku deklarasikan tujuan itu. Dengan rencana yang ada, harapannya semua akan berjalan tidak jauh dari apa yang telah diharapkan. Walaupun, pasti, di depan nanti akan lebih banyak tantangan yang menghadapi. Itu tidak dapat diprediksi. Tapi bisa diatasi. Semoga, hal itu tidak lagi membuatku gentar. Aku memulainya lagi. Kali ini, aku akan melakukannya dengan perlahan. Perlahan tapi pasti. Aku akan melakukannya dengan penuh hati-hati dan juga strategi. Kali ini, aku sangat bersemangat. Sungguh-sungguh tidak sabar akan menghadapi masa depan. Perjalanan hidupku baru saja dimulai. Aku sadar, di dalam hati kecilku masih berbisik akan keraguan tentang pilihan ini. Apakah ini sungguh-sungguh keputusan yang tepat? Apakah ini semua adalah pilihan yang benar? Pertanyaan itu rasanya akan

If I failed again, I rather quit

Kalau gagal lagi untuk yang kesekian kalinya, aku sebaiknya menyerah. Bukannya tak mau lagi berjuang, tapi mengingat atas segala usaha yang telah aku lakukan akhir-akhir ini: waktu, tenaga, uang, dan harapan yang aku korbankan untuk mendapatkan hasil akhir dari perjuangan ini, semuanya terlihat sia-sia. Tidak seimbang. Aku mengharapkan sesuatu yang tidak pasti. Harapan itu semu. Tidak ada yang bisa menjamin masa depan, bahkan sekuat apapun perjuangan itu. If I failed again, I rather quit. Rather than wanting something unsure...  aku ingin menciptakan peluangku sendiri. Aku rasa dengan memaksimalkan potensi dan apa yang sudah ada saat ini, itu lebih baik (walaupun nyatanya tetap saja gigih kepada hal yang berada di luar kendalinya, sangat keras kepala ). Mungkin, sangat perlu setidaknya satu kali menampar diri sendiri sebagai peringatan untuk menyadari bahwa hal yang telah diperjuangkan selama ini memang bukan diciptakan untukku. Dengan kegagalan untuk yang kesekian kalinya, aku harap s