Postingan

Cinta, bagaimana seharusnya?

Sudah dua jam kami tidak berbicara sejak telepon pertama kali tersambung. Rasanya sangat melelahkan harus menghadapi sebuah perselisihan di tengah malam Minggu seperti ini. Aku yang terlalu rindu memutuskan untuk menelepon Ardi. Namun sayangnya, rasa rinduku berakhir dengan rasa kecewa, sakit, dan marah setelah aku mengetahui bahwa ternyata kami berdua memiliki pandangan yang berbeda soal hubungan ini. Aku merasa, kami masih belum cukup siap untuk menjalani hubungan yang lebih serius. Aku kecewa, karena harapan yang aku taruh begitu tinggi kepada Ardi, tak sampai kepadanya. “Bukannya aku ngga mau nikah sama kamu, tapi aku rasa lebih baik kita ngejalanin hubungan ini pelan-pelan aja, ya,” Ardi mulai kembali membuka suara. Hanya dengan mendengar suaranya saja, aku seperti bisa melihat ekspresinya dari dekat. Matanya lesu dan alisnya sedikit terangkat. Mimik wajahnya penuh harap sambil dibumbui sedikit rasa putus asa. “Pelan-pelan gimana, Ardi? Kita udah ngejalanin hubungan ini selama 5 t

Why, corona...

Perasaanku campur aduk waktu tau kalo hasil kedua PCR JUN masih positif. Yang pasti, aku sedih banget, karena ternyata walaupun JUN kelihatan udah agak mendingan dari kemarin, tapi ternyata dia masih positif. Aku sendiri, selama beberapa hari ini masih sering ketemu dan kontak sama dia. Aku sendiri, sih, jujur ngga ngerasain gejala apapun, ya, dan aku harap juga aku ngga sampe kena positif juga. Aku juga cukup pede buat ngga kena COVID, karena aku udah 3x vaksin, selain itu Antigen pertama di tanggal 11 Mei kemarin aku negatif, yang mana pada tanggal itu juga JUN secara resmi dinyatakan positif COVID. Mau ngga mau, kami kudu nahan sampe seenggaknya tanggal 21 Mei buat ngga terlalu sering ketemu dan jaga jarak. Gimana ngga sedih, sih, kalo kita punya pacar tapi rasanya kayak ngga punya? Ngga bisa ketemu sering-sering dan harus ngalah sama COVID. Dia dateng jauh-jauh dari negara lain, ke Indonesia sesekali, tapi keadaannya malah begini. Emang,

Kebiasaan berpikir

Di sini, aku mau sedikit berbagi hal yang baru aku pelajari tentang mengembangkan kebiasaan baru yang dikutip dari buku The Answer karya Allan & Barbara Pease. Buku ini adalah buku yang paling aku suka, karena di dalamnya ada banyak tips-tips berguna yang ngebantu aku banget buat mencapai cita-cita dan tujuanku. Nah, salah satu bagian di dalam buku ini adalah tentang mengembangkan kebiasaan baru. Siapa, sih, yang ngga mau perubahan? Apalagi, kalo perubahan itu adalah perubahan yang positif. Masalahnya, banyak orang yang pengin perubahan itu terjadi, tapi orangnya sendiri ngga mau berubah. Mereka enggan berubah karena mungkin, mereka ngga nyaman kalo harus berubah, atau sesimpel mereka ngga ngerti alasan kenapa kita harus berubah. Emangnya, kita yang sekarang ini ngga cukup? Bukan soal cukup atau nggak-nya, tapi kadang, tuh, kita ngga tau, kalo sebenarnya kita yang sekarang ini dibentuk dari lingkungan sekitar kita, l

Belajar menjadi penulis

Udah hampir sebulan aku ngga nulis di blog ini. Sungguh, sebuah perbedaan yang signifikan banget, karena bulan lalu aku sempet nulis sampe 9 entri dalam sebulan, sedangkan ini udah jalan setengah bulan, tapi justru ini baru tulisan pertama di bulan ini. Kali ini, aku mau bener-bener fokus mencari gaya tulisan yang cocok sama aku. Aku pingin nulis secara jujur. Dan aku bener-bener pengin ngejalanin tahap ini secara mindful, karena bagiku, nemuin gaya tulisan itu sebuah tahap yang krusial dan ngga gampang. Jadi, maklum banget, kalo misalnya ada temen-temen yang lagi baca tulisan ini dan ngerasa beda banget sama tulisan terakhirku.  Entah, tulisan kali ini aku mau fokus sama masalah yang akhir-akhir ini lagi banyak banget terjadi, atau mau ceritain perkembanganku selama 1 bulan terakhir. Ngga bisa dibilang perkembangan yang kaya gimana-gimana, sih, tapi baru-baru ini tuh sebenernya aku mau mulai bener-bener serius nulis. Jadi baru kemarin lusa aku beli kursus online di internet tentang me

Manusia dan keserakahannya

Pagi ini, aku dapat WhatsApp kalau ternyata Mami sedang terkena musibah. Proyek yang sedang digarap Mami harus mandek karena tukang yang dipercayai beliau kabur dan Mami terkena sanksi wanprestasi. Aku tidak menanyakan lebih lanjut bentuk pertanggung jawabannya, namun karena sanksi ini, ada kemungkinan Mami harus mengganti seluruh kerugian dari proyek yang sudah berjalan. Jujur, aku kaget banget. Ternyata, kerenggangan komunikasi kami selama 2-3 minggu belakangan ini ada penyebabnya. Hal itu juga yang akhirnya membuatku harus rehat sementara dari beberapa pekerjaan desain lain yang kebetulan bebarengan dengan proyek yang mandek ini. Akhir tahun 2021 lalu, aku mencoba menerima tawaran Mami untuk kerja bareng sebagai  freelancer  3D desainer interior. Konsep dan ide dari setiap interior yang dibuat asalnya dari Mami, lalu aku mewujudkannya menjadi gambar konsepsual 3D, yang mana gambar ini nantinya yang akan digunakan untuk menjual kepada calon klien. Sejauh ini, pendapatan yang aku teri

Pekerjaan

Saat aku menerima pertanyaan, "Tolong ceritakan pengalaman kalian selama bekerja di sini. " Sejenak, aku bingung. Aku pikir, semua pekerjaan sama saja, termasuk pekerjaan yang sedang aku lakukan sekarang. Walaupun memang pekerjaan ini adalah pekerjaan sosial, tapi rutinitasnya tidak jauh-jauh dari: datang ke kantor, bekerja sesuai tugas yang diberikan, pulang, dan gaji yang dibayar setiap bulan. Begitu selalu. Sesekali memang berkunjung ke lapangan untuk melakukan wawancara dan mengenal lebih dekat keluarga yang mendapatkan bantuan dari perusahaan kami. Namun, aku merasa bukan itulah jawabannya. Lalu, aku coba untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda. Aku melihatnya dengan membandingkan diriku di masa kini dengan aku 3 tahun yang lalu, dan aku melihat perbedaannya. Ini tentang bagaimana cara aku melihat pekerjaanku, kehadiran orang-orang di sekitarku, lingkungan pekerjaanku, tujuan di hidup pribadiku, dan juga bagaimana aku melihat dunia ini. Tiga tahun yang lalu, awal 2

Harta terbaik

Apa harta terbaik yang dimiliki manusia? Apakah rumah? Mobil? Tanah? Atau bahkan logam mulia? Ya, benar. Mereka berperan penting untuk mendukung kelangsungan hidup manusia.  Rumah dan mobil, dua aset   yang banyak dijadikan seseorang sebagai tujuan. Rumah sebagai tempat berlindung bagi keluarganya, dan mobil sebagai moda transportasi untuk berpindah tempat secara aman dan nyaman. Saking pentingnya kedua aset ini, banyak orang berlomba-lomba untuk memilikinya. Semakin besar sebuah rumah, semakin tinggi status sosialnya. Semakin mahal sebuah mobil, semakin besar status sosialnya. Bahkan, secara abstrak aset-aset ini menjadi tolak ukur seberapa baiknya keadaan finansial seseorang. Benar juga. Tanah dan logam mulia. Karena keberadaannya yang semakin langka, maka nilainya terus meningkat setiap tahunnya. Ini membuat mereka menjadi aset yang bernilai sebagi investasi. Tanah dan logam mulia ramai digunakan sebagai warisan kepada keturunan mereka. Dan ada konsep waktu yang diterapkan untuk mem