Postingan

Kenapa Aku Nulis Jurnal?

Tulisan ini dibuat tepat setelah aku selesai nulis jurnal pagi hari ini. Kebiasaan nulis jurnal sebelum kerja udah jadi kebiasaanku sejak 4 bulan yang lalu, waktu aku mutusin buat mulai nulis jurnal untuk pertama kalinya. Pemicunya adalah, saat itu, aku lagi berada di situasi di mana aku lagi punya banyak banget hal yang aku pikirin, tapi aku ngga bisa nge- handle pikiran itu semua dengan baik.  Output -nya, aku jadi gampang stres, merasa gampang down, ngga pede, merasa terisolasi, dan bahkan menyakiti sendiri baik secara verbal maupun fisik. Aku juga gampang nyalahin diri sendiri, kadang aku bilang kata-kata yang buruk ke diri aku sendiri, dan sampe mukul-mukul kepala kalo udah saking stresnya. Aku sempat cerita tentang hal ini juga ke mentorku saat itu. Akhirnya, aku mutusin buat pergi konseling online sebelum semuanya terlanjur parah. Aku juga ngerasa semakin lelah ngadepin diri sendiri. Saat itu, aku juga punya sesuatu yang mau aku konsultasiin ke mentor yang mana mengharuskanku m

Curhat Soal Pentingnya Personal Value

Gambar
Setiap orang butuh nilai-nilai pribadi yang bisa mereka gunakan sebagai acuan dalam memilih keputusan-keputusan di dalam hidup, yang pada akhirnya akan membawa mereka berjalan lebih dekat menuju tujuan hidupnya ( life purpose ). Memahami  personal value  ini, bagi kebanyakan orang dinilai menjadi bagian yang krusial, baik memahami  personal value  diri sendiri atau pun sekedar tahu bahwa orang lain juga punya  personal value  yang mereka pegang,   kita jadi bisa menilai segala sesuatunya berdasarkan sudut pandang yang lebih luas. Kita jadi ngga terburu-buru menilai apa yang dilakukan orang lain sebagai hal yang salah atau benar, hanya karena kita menganggap mereka memiliki  personal value  yang berbeda dari kita. Kalaupun ada dari mereka yang memiliki  personal value  yang sama dengan kita, kadar prioritasnya pasti akan berbeda. Jadi pada dasarnya,  personal value  itu sifatnya sangat subyektif. Masalahnya adalah, sebagai anak dua puluhan awal, aku merasa belum menemukan rumusan yang t

Manusia Kerdil dan Tuhannya

Gambar
Gambar oleh Lucija Rasonja dari Pixabay Andai, Tuhan melihatku menulis tentangNya di buku jurnalku pagi ini. Aku yang menumpahkan keluhanku tentang pagi yang kacau. Aku, yang bagi Tuhan, tak lebih dari manusia kerdil yang cerewet; yang saat ini sedang mengeluhkan ketidaksempurnaan pagi yang dimilikinya. Aku yang mengeluh, mengapa pagiku kacau? Padahal, aku selalu merencanakan setiap hari dengan sempurna, tanpa cacat . Mungkin, Tuhan sudah muak melihat diriNya menjadi tempat keluh kesah tak berbobot oleh manusia kerdil sepertiku. Pertama, seharusnya kata pertama pada tulisan ini dihapus. Kedua, sedari awal memang bukan rencananya yang cacat, tapi manusialah yang cacat. Mungkin, itu kata Tuhan. Mungkin, Tuhan marah, melihatku marah. Mungkin, Tuhan kesal, melihatku kesal. Mungkin, Tuhan kecewa, melihatku kecewa. Aku, si Manusia Kerdil. Seberapa keraspun aku mencoba berpikir jernih pagi ini, hasilnya sia-sia sial. Aku sudah dilalap habis oleh amarah, kesal, dan kecewa. Sebut saja, hari ini

Rencana akhir pekan

Gambar
Pagi ini, sesaat setelah aku melewati pintu masuk kantor, aku mendengar dua orang rekan kerjaku, Mbak Ayu dan Mbak Mitha, sedang membicarakan tentang Pesta Kesenian Bali (PKB), sebuah acara tahunan untuk memperkenalkan budaya lokal Bali. Mbak Mitha menceritakan sepenggal pengalamannya saat pergi ke PKB pada hari Minggu sore, tentang bagaimana suasana di sekitar, hingga jajanan yang dijual. Walaupun nama acaranya sangat merepresentasikan tentang budaya lokal, namun justru ada banyak makanan asing yang dijual. Sebut saja corn dog , tteokbokki , dan takoyaki . Pernyataan dari Mbak Mitha tentang makanan itu cukup menggelitik. Mbak Ayu sendiri juga bercerita tentang keinginannya untuk pergi ke acara tersebut namun terhalang karena aktivitasnya sebagai salah satu pengurus Sekolah Minggu yang membuat jam pulangnya lebih lambat. Dengan jarak sekitar 15 km dari rumah menuju lokasi PKB, ia memutuskan untuk menunda rencana tersebut. Kalau ditanya, apakah aku juga memiliki rencana untuk pergi ke P

Saat aku kembali

Gambar
Pada Kamis malam, 16 Juni 2022, entah apa yang aku pikirkan saat itu, aku memutuskan untuk kembali membuka akun Instagram lama yang sudah hampir 3 tahun aku non-aktifkan. Karenanya, aku mengalami berbagai perasaan yang bercampur aduk. Rasanya seperti aku telah membuka kembali album foto lama yang di dalamnya telah terisi berbagai potretku bersama orang-orang yang pernah mengisi hari-hariku di masa lalu dengan cerita-cerita mereka. Ada teman semasa SMP yang dari dulu amat sangat polos (dan tampaknya ia masih mempertahankannya hingga sekarang). Namanya Fara. Walaupun ia jarang membagikan banyak foto di galeri Instagramnya, namun aku bisa melihat bagaimana ia dikelilingi banyak orang yang sangat menyayanginya melalui cerita yang ia bagikan. Selain itu, aa juga rajin mengikuti banyak kursus untuk mendukung kredibilitasnya sebagai UX Designer.   Saat ini, ia telah bekerja di salah satu perusahaan jasa dan konsultan TI di Kota Bandung. Lalu, ada Amara, kakak kelas yang semasa SMP-nya amat sa

Seberapa penting uang bagimu?

Gambar
Hari ini, aku belajar hal baru tentang uang. Tulisan ini terinspirasi dari cerita yang teman kerjaku, Ayu, alami selama bekerja di Jawa Timur beberapa hari yang lalu. Aku rasa menarik untuk menuliskan pelajaran yang bisa aku petik dari kejadian yang Ayu alami dalam menghadapi uang telah mempengaruhi cara pandang sesorang terhadap sesuatu hal. Aku sering mendengar, bahwa di dunia ini, uang bukanlah segala-galanya. Uang bukan hal terpenting yang dimiliki manusia. Namun faktanya, di dunia ini, segala-galanya butuh uang. Memang, saat akhir hidup kita pun, kita tidak akan pernah bisa membawa sisa-sisa uang dan harta benda lainnya yang kita miliki. Uang hanya akan memperlancar segala urusan kita selama kita berada di dunia ini. Lalu, apakah itu artinya, uang sebenarnya menduduki strata teratas untuk tujuan dan pencapaian-pencapaian manusia? Mungkin, iya, jika kita mengacu pada kata-kata di atas tadi: segala-galanya butuh uang. Hal inilah yang membuat persepsi kita terhadap uang bisa memiliki

Rumah lama

Gambar
Setelah 3 tahun berpergian ke luar kota, aku memutuskan untuk kembali ke kampung halamanku. Dan aku ingat, aku memiliki rumah masa kecil yang telah lama aku tinggalkan. Di dalam rumah ini telah terisi orang-orang yang pernah menyumbang warna di dalam hidupku. Setelah aku berada di ambang pintu gerbang rumah itu, sejenak aku berpikir... apa yang akan mereka pikirkan saat melihatku, si pemilik rumah, telah kembali? Suatu hari, sambil berjalan-jalan, aku teringat akan sebuah rumah. Rumah lama yang dulu aku sangat bangga telah memilikinya. Rumah yang berisi dengan kenangan. Rumah yang menyenangkan, namun juga menyesakkan. Dan kini, sudah hampir 3 tahun setelah aku pergi meninggalkan rumah itu untuk pertama kali. Apa kabarnya, ya? Apakah rumah itu masih menyesakkan seperti dulu? Bagaimana dengan dinding-dindingnya, ya? Walaupun aku tidak bisa mendeskripsikan secara pasti bentuk rumah itu, aku betul-betul merasa rindu untuk kembali ke sana. Dan pada malam hari ini juga, 19 Juni 2022, aku te