Seberapa penting uang bagimu?

Hari ini, aku belajar hal baru tentang uang. Tulisan ini terinspirasi dari cerita yang teman kerjaku, Ayu, alami selama bekerja di Jawa Timur beberapa hari yang lalu. Aku rasa menarik untuk menuliskan pelajaran yang bisa aku petik dari kejadian yang Ayu alami dalam menghadapi uang telah mempengaruhi cara pandang sesorang terhadap sesuatu hal.

Aku sering mendengar, bahwa di dunia ini, uang bukanlah segala-galanya. Uang bukan hal terpenting yang dimiliki manusia. Namun faktanya, di dunia ini, segala-galanya butuh uang. Memang, saat akhir hidup kita pun, kita tidak akan pernah bisa membawa sisa-sisa uang dan harta benda lainnya yang kita miliki. Uang hanya akan memperlancar segala urusan kita selama kita berada di dunia ini.

Lalu, apakah itu artinya, uang sebenarnya menduduki strata teratas untuk tujuan dan pencapaian-pencapaian manusia? Mungkin, iya, jika kita mengacu pada kata-kata di atas tadi: segala-galanya butuh uang. Hal inilah yang membuat persepsi kita terhadap uang bisa memiliki dua sisi: baik dan buruk.

Uang, uang, dan uang. 

Saat kita berbicara uang, tidak jarang, kita juga melibatkan harga diri kita di dalamnya. Memangnya, sejak kapan kita mengamini narasi bahwa sebanyak apapun uang yang kita miliki juga menentukan seberapa tinggi status sosial kita? Kita sendiri juga tidak menyadarinya, bukan? Sekarang, itu sudah menjadi sebuah hal yang nyata. Bukan hal yang tabu lagi untuk dibicarakan.

Hal baiknya, kita jadi bisa lebih mudah melihat karakter seseorang dengan bagaimana cara dia membicarakan uang. Entah, mungkin ini hanya persepsiku pribadi. Namun, seringnya, melihat karakter seseorang dengan cara ini, tidak pernah meleset. Bukan hanya tentang bagaimana ia membicarakannya, namun bagaimana ia memperlakukan uang, dan bersikap saat ia memiliki uang. Apakah kita lebih sering mendengar bahwa orang tersebut hanya peduli tentang profitabilitas di atas simpati? Atau justru, ia rela melepaskan sebagian kekayaan untuk mempertahankan hubungan sosial?

Semua ini hanyalah tentang prioritas. Uang, cenderung memberi persepsi bahwa seseorang hanya akan peduli pada sesuatu yang memberikannya keuntungan. Lebih buruknya lagi, jika ia sampai-sampai berani melakukan cara yang kotor demi mendapatkan uang. Ia tak lagi mempedulikan masalah yang dihadapi orang lain. Di matanya, selama itu tetap bisa menguntungkan dirinya, penderitaan orang lain bukanlah sebuah masalah.

Uang, uang, dan uang.

Menarik, ya? Bagaimana lembaran uang bisa mengontrol manusia. Membuat manusia begitu sangat mudah terperdaya olehnya. Terperdaya oleh lembaran kertas tak bernyawa, namun tanpanya, dapat membuat manusia yang bernyawa mati kelaparan.

Kita memang hidup memerlukan uang, namun, pola pikir kitalah yang harus kita benahi sedari awal. Jangan sampai kita berpikir bahwa uang adalah satu-satunya tujuan hidup kita, yang menentukan arah hidup kita. Namun, uang itu tak pernah terukur ujungnya, bukan? Kita tidak tahu sebagaimana kita akan merasa cukup akan uang yang kita miliki. Dan selama itu pula, kita akan selamanya berada pada jalan kesesatan, karena kita tak pernah benar-benar bisa melihat ke dalam diri kita apa yang benar-benar berarti dan kita butuhkan untuk hidup.

Pada akhirnya, aku tidak bisa berkata bahwa kata-kata di atas dapat mengubah persepsi orang yang sudah terlanjur candu akan uang menjadi sadar. Namun, jika ada di antara kalian yang sempat membaca tulisan ini dan merasa sedang berada pada jebakan uang, kalian belum terlambat. Ingatlah untuk selalu mengucap syukur. Milikilah rasa cukup karena kita telah memiliki apa yang ada saat ini. Dan sesekali, coba bayangkan, bagaimana rasanya jika suatu saat tiba-tiba kita kehilangan apa yang kita punya saat ini? Apakah kita sudah siap? Apa hal akan kita lakukan? Jangan sampai, setelah hal itu benar-benar terjadi, kita akan menyesalinya, dan baru menyadari bahwa sebenarnya kita telah dibutakan oleh halusinasi kesempurnaan dan kekayaan yang tak berujung.

Popular Posts

Thank you, 2021

Menyusuri Lorong Kehidupan: Pencarian Terang di Tengah Kegelapan

Menerima kegagalan