Rencana akhir pekan

Pagi ini, sesaat setelah aku melewati pintu masuk kantor, aku mendengar dua orang rekan kerjaku, Mbak Ayu dan Mbak Mitha, sedang membicarakan tentang Pesta Kesenian Bali (PKB), sebuah acara tahunan untuk memperkenalkan budaya lokal Bali. Mbak Mitha menceritakan sepenggal pengalamannya saat pergi ke PKB pada hari Minggu sore, tentang bagaimana suasana di sekitar, hingga jajanan yang dijual. Walaupun nama acaranya sangat merepresentasikan tentang budaya lokal, namun justru ada banyak makanan asing yang dijual. Sebut saja corn dog, tteokbokki, dan takoyaki. Pernyataan dari Mbak Mitha tentang makanan itu cukup menggelitik. Mbak Ayu sendiri juga bercerita tentang keinginannya untuk pergi ke acara tersebut namun terhalang karena aktivitasnya sebagai salah satu pengurus Sekolah Minggu yang membuat jam pulangnya lebih lambat. Dengan jarak sekitar 15 km dari rumah menuju lokasi PKB, ia memutuskan untuk menunda rencana tersebut.

Kalau ditanya, apakah aku juga memiliki rencana untuk pergi ke PKB? Jawabannya, entahlah. Sebenarnya, aku tidak begitu tertarik. Pernah suatu hari, aku berkendara melewati jalanan sekitar lokasi acara PKB tersebut. Jalanan begitu macet. Aku melihat ada banyak orang yang keluar masuk. Banyak mobil dan motor sengaja terparkir di pinggir jalan yang membuat kemacetan di jalanan utama. Aku membayangkan bagaimana repotnya harus mencari tempat untuk memarkirkan kendaraanku, hingga saat berada di dalam lokasi pun, aku pun tak tahu ada apa di dalam sana. Aku membayangkan ada ratusan orang yang akan berlalu lalang di depanku, yang sibuk menikmati jajanan yang mereka beli, berbincang, tertawa, atau melihat pameran yang mungkin ada di dalam sana. Akan ada banyak suara-suara yang aku dengar, entah suara musik dari panggung acara utama, suara dari orang tak dikenal yang tidak sengaja lewat di belakangku, atau suara teriakan dari anak kecil yang merengek. Ya... dengan membayangkan situasi seperti itu saja sudah membuatku sesak. Jika aku berencana untuk pergi ke tempat seperti itu, sepertinya, itu akan menghabiskan banyak tenaga dan mentalku. Pada akhirnya, aku akan pulang dengan keadaan teramat lelah dan berdiam diri di rumah seharian penuh di hari selanjutnya untuk mengumpulkan kembali fokusku yang tercerai berai.

Apakah itu artinya... aku tidak menyukai tempat-tempat yang ramai seperti itu? Hm, aku rasa tidak. Aku hanya merasa tidak cocok dengan suasana seperti itu.

Dahulu, aku berpikir, setiap akhir pekan tiba, aku harus membuat rencana untuk pergi ke tempat ramai yang banyak orang di dalamnya. Karena, itulah akhir pekan, yang identik dengan menghabiskan banyak waktu bersama orang terdekat kita untuk berjalan-jalan di mal, pesta, konser, dan lain sebagainya. Namun, semakin aku dewasa, aku merasa definisi akhir pekan seperti itu kurang cocok bagiku. Aku tidak memiliki banyak teman. Aku juga malas membuat rencana dengan orang lain. Sudah cukup bagiku selama 5 hari dalam seminggu, 8 jam dalam sehari untuk berada satu ruangan bersama orang lain. Aku mendefinisikan akhir pekan sebagai hari untuk menyendiri.

Aku merasa, dengan berada di dalam suasana yang tenang dan minim kebisingan, dapat membuatku lebih bisa menikmati keadaan sekitar. Jika aku sudah berada di suasana yang membuatku sangat nyaman, aku biasanya akan membiarkan diriku tenggelam dalam pikiranku sendiri, berkontemplasi, menulis jurnal, belajar, atau menonton film kesukaan. Terkadang, saat aku merasa butuh menggerakkan sendi-sendiku yang kaku, aku akan pergi ke tempat yang tidak begitu ramai dengan banyak orang, namun memiliki pepohonan rimbun di sekitarnya, seperti taman, dan pemandangan indah yang bisa aku nikmati. Namun, jika aku benar-benar terlalu malas untuk bepergian jauh, aku hanya akan berjalan-jalan di sekitar rumah.

Setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk menikmati akhir pekan. Bagiku, akhir pekan adalah hari tanpa rencana. Aku bisa melakukan berbagai hal yang tidak bisa aku lakukan di hari-hari lain. Dan aku tetap bisa menikmati akhir pekanku seperti itu sesuai dengan cara dan definisiku sendiri.

Popular Posts

Thank you, 2021

Menyusuri Lorong Kehidupan: Pencarian Terang di Tengah Kegelapan

Menerima kegagalan