Saat aku kembali

Pada Kamis malam, 16 Juni 2022, entah apa yang aku pikirkan saat itu, aku memutuskan untuk kembali membuka akun Instagram lama yang sudah hampir 3 tahun aku non-aktifkan. Karenanya, aku mengalami berbagai perasaan yang bercampur aduk. Rasanya seperti aku telah membuka kembali album foto lama yang di dalamnya telah terisi berbagai potretku bersama orang-orang yang pernah mengisi hari-hariku di masa lalu dengan cerita-cerita mereka.

Ada teman semasa SMP yang dari dulu amat sangat polos (dan tampaknya ia masih mempertahankannya hingga sekarang). Namanya Fara. Walaupun ia jarang membagikan banyak foto di galeri Instagramnya, namun aku bisa melihat bagaimana ia dikelilingi banyak orang yang sangat menyayanginya melalui cerita yang ia bagikan. Selain itu, aa juga rajin mengikuti banyak kursus untuk mendukung kredibilitasnya sebagai UX Designer. Saat ini, ia telah bekerja di salah satu perusahaan jasa dan konsultan TI di Kota Bandung. Lalu, ada Amara, kakak kelas yang semasa SMP-nya amat sangat populer, bahkan untuk kami kaum perempuan. Kini beliau tampil berbeda dengan balutan gamis dan kerudung.  Beliau juga telah berhijrah dari kota sesak berpolusi, Sidoarjo, ke kota yang lebih asri nan hijau di mana beliau bisa setiap hari menghirup sejuknya udara Kota Bogor. Kemudian Nadya, sahabat lamaku yang kulihat sekarang ia semakin mahir merangkai sajak indah, yang jujur, membuatku terkesima. Padahal dahulu, aku sering sekali mendengar keluhannya tentang ia yang tak cukup percaya diri dengan pakaian yang ia kenakan, juga masalah percintaannya yang selalu gagal. Ada juga dua orang senior yang sosoknya sangat membekas diingatanku. Mereka berdua adalah senior pastry cook semasa aku masih menjadi anak magang di Hotel Ciputra World Surabaya. Ternyata, mereka sudah 4 tahun menjalin cinta. Meski kini keduanya bekerja di Timur Tengah, namun tampaknya, cerita bahagia mereka masih akan terus berlanjut. 

Sesaat setelahnya, aku berpikir dan tak pernah membayangkan ada begitu banyak orang yang bersedia berteman denganku. Maksudku, apakah mereka menyadari keberadaanku? Apakah ada di antara mereka yang mengingatku? Walaupun sudah hampir 3 tahun berlalu saat aku pertama kali menutup sementara akun ini, perasaan insecure dan tidak percaya diri bahwa kehadiranku tak berarti apa-apa bagi mereka, rupanya masih belum hilang juga.

Aku tahu, tak seharusnya aku kembali di saat-saat seperti ini. Aku baru saja menemukan cara untuk pulih. Aku masih belajar dan terus berproses mengenali diriku seutuhnya. Dan aku merasa belum siap jika harus menghadapi perasaan kecewa, marah, rendah diri, dan tak percaya diri itu lagi. Maksudku, perasaan-perasaan itu akan tetap ada, bahkan untuk saat ini; saat aku memutuskan untuk membatasi diri. Namun, pembedanya ada pada tekanan yang aku rasakan. Aku merasa belum percaya diri muncul di antara mereka yang berhasil berdiri tegak bersama pencapaian-pencapaian mereka.

Jika ada yang bertanya, apakah itu artinya aku iri dengki? Aku rasa jawabannya adalah tidak. Aku justru merasa senang dan berbahagia atas pencapaian mereka. Perlahan, mereka telah berhasil meniti jalan yang selama ini mereka impikan. Itu hal yang bagus, bukan? Namun, entah, mungkin ini sudah menjadi kebiasaan lamaku untuk selalu membandingkan diri dengan mereka yang berhasil. Aku hanya tak ingin melukai diriku lagi dengan jebakan perasaan itu. Sudah cukup. Aku akan mengartikan perasaan-perasaan ini sebagai ketidaksiapanku. Aku masih memerlukan beberapa waktu lagi untuk rehat dari Instagram lamaku. Dan mungkin suatu saat, entah akan membutuhkan berapa lama lagi, aku akan kembali untuk menjadi pembaca setia cerita hidup mereka.

Popular Posts

Thank you, 2021

Menyusuri Lorong Kehidupan: Pencarian Terang di Tengah Kegelapan

Menerima kegagalan