Manusia Kerdil dan Tuhannya

Gambar oleh Lucija Rasonja dari Pixabay
Gambar oleh Lucija Rasonja dari Pixabay

Andai, Tuhan melihatku menulis tentangNya di buku jurnalku pagi ini.

Aku yang menumpahkan keluhanku tentang pagi yang kacau.

Aku, yang bagi Tuhan, tak lebih dari manusia kerdil yang cerewet; yang saat ini sedang mengeluhkan ketidaksempurnaan pagi yang dimilikinya.

Aku yang mengeluh, mengapa pagiku kacau? Padahal, aku selalu merencanakan setiap hari dengan sempurna, tanpa cacat.

Mungkin, Tuhan sudah muak melihat diriNya menjadi tempat keluh kesah tak berbobot oleh manusia kerdil sepertiku.


Pertama, seharusnya kata pertama pada tulisan ini dihapus. Kedua, sedari awal memang bukan rencananya yang cacat, tapi manusialah yang cacat.

Mungkin, itu kata Tuhan.

Mungkin, Tuhan marah, melihatku marah.

Mungkin, Tuhan kesal, melihatku kesal.

Mungkin, Tuhan kecewa, melihatku kecewa.


Aku, si Manusia Kerdil.

Seberapa keraspun aku mencoba berpikir jernih pagi ini, hasilnya sia-sia sial. Aku sudah dilalap habis oleh amarah, kesal, dan kecewa. Sebut saja, hari ini adalah hari terburukku dalam 3 purnama terakhir.


Berlebihan sekali.

Mungkin, itu kata Tuhan.

Popular Posts

Thank you, 2021

Menyusuri Lorong Kehidupan: Pencarian Terang di Tengah Kegelapan

Menerima kegagalan