Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2022

Manusia dan keserakahannya

Pagi ini, aku dapat WhatsApp kalau ternyata Mami sedang terkena musibah. Proyek yang sedang digarap Mami harus mandek karena tukang yang dipercayai beliau kabur dan Mami terkena sanksi wanprestasi. Aku tidak menanyakan lebih lanjut bentuk pertanggung jawabannya, namun karena sanksi ini, ada kemungkinan Mami harus mengganti seluruh kerugian dari proyek yang sudah berjalan. Jujur, aku kaget banget. Ternyata, kerenggangan komunikasi kami selama 2-3 minggu belakangan ini ada penyebabnya. Hal itu juga yang akhirnya membuatku harus rehat sementara dari beberapa pekerjaan desain lain yang kebetulan bebarengan dengan proyek yang mandek ini. Akhir tahun 2021 lalu, aku mencoba menerima tawaran Mami untuk kerja bareng sebagai  freelancer  3D desainer interior. Konsep dan ide dari setiap interior yang dibuat asalnya dari Mami, lalu aku mewujudkannya menjadi gambar konsepsual 3D, yang mana gambar ini nantinya yang akan digunakan untuk menjual kepada calon klien. Sejauh ini, pendapatan yang aku teri

Pekerjaan

Saat aku menerima pertanyaan, "Tolong ceritakan pengalaman kalian selama bekerja di sini. " Sejenak, aku bingung. Aku pikir, semua pekerjaan sama saja, termasuk pekerjaan yang sedang aku lakukan sekarang. Walaupun memang pekerjaan ini adalah pekerjaan sosial, tapi rutinitasnya tidak jauh-jauh dari: datang ke kantor, bekerja sesuai tugas yang diberikan, pulang, dan gaji yang dibayar setiap bulan. Begitu selalu. Sesekali memang berkunjung ke lapangan untuk melakukan wawancara dan mengenal lebih dekat keluarga yang mendapatkan bantuan dari perusahaan kami. Namun, aku merasa bukan itulah jawabannya. Lalu, aku coba untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda. Aku melihatnya dengan membandingkan diriku di masa kini dengan aku 3 tahun yang lalu, dan aku melihat perbedaannya. Ini tentang bagaimana cara aku melihat pekerjaanku, kehadiran orang-orang di sekitarku, lingkungan pekerjaanku, tujuan di hidup pribadiku, dan juga bagaimana aku melihat dunia ini. Tiga tahun yang lalu, awal 2

Harta terbaik

Apa harta terbaik yang dimiliki manusia? Apakah rumah? Mobil? Tanah? Atau bahkan logam mulia? Ya, benar. Mereka berperan penting untuk mendukung kelangsungan hidup manusia.  Rumah dan mobil, dua aset   yang banyak dijadikan seseorang sebagai tujuan. Rumah sebagai tempat berlindung bagi keluarganya, dan mobil sebagai moda transportasi untuk berpindah tempat secara aman dan nyaman. Saking pentingnya kedua aset ini, banyak orang berlomba-lomba untuk memilikinya. Semakin besar sebuah rumah, semakin tinggi status sosialnya. Semakin mahal sebuah mobil, semakin besar status sosialnya. Bahkan, secara abstrak aset-aset ini menjadi tolak ukur seberapa baiknya keadaan finansial seseorang. Benar juga. Tanah dan logam mulia. Karena keberadaannya yang semakin langka, maka nilainya terus meningkat setiap tahunnya. Ini membuat mereka menjadi aset yang bernilai sebagi investasi. Tanah dan logam mulia ramai digunakan sebagai warisan kepada keturunan mereka. Dan ada konsep waktu yang diterapkan untuk mem

Pertanyaan seorang manusia

Saat seorang manusia dihadapkan pada pilihan antara mengikuti keinginan semesta atau Tuhan pemilik semesta? Dilema pada pilihan antara mengikuti jalan yang ia buat sendiri atau jalan yang dikehendakiNya? Dilema pada pilihan antara terus menjadi manusia yang membangkang atau menjadi hamba yang taat? Dilema pada pilihan antara mempertahankan kepercayaannya sendiri bahwa dosa-dosanya hanya sekecil remahan roti atau menerima kenyataan bahwa bentuk dosanya justru melebihi besarnya dunia dan seisinya? Bagaimana menyadarkan seorang manusia bahwa, Ia tak pernah lebih tinggi dari sebuah pohon jati. Ia tidak pernah hidup lebih lama dari sebuah pohon beringin. Ia tak pernah sekuat badai dan Tsunami, dan Ia tak pernah seagung Tuhannya. Bahkan... Ia tak kan pernah bebas dari rasa bersalah. Ia tak kan pernah bebas dari rasa takut dan keraguan. Ia tak kan pernah terbebas dari bisikan-bisikan menyesatkan. Ia tak kan pernah luput dari bayang-bayang jatuh ke dalam jurang dosa. Bagaimana caranya menyadar

Jalan karir

Entrepreneur, sebuah istilah yang merujuk pada seseorang yang menjalankan bisnisnya sendiri dengan berbagai resiko yang ia hadapi. Subjeknya adalah seorang wirausaha. Sebaliknya, ada juga istilah yang merujuk pada seseorang yang bekerja untuk mengembangkan potensi sebuah perusahaan melalui sebuah karya dan inovasi. Mereka adalah Intrapreneur, yang mana subjeknya adalah karyawan. Pengetahuan ini aku dapatkan ketika menonton salah satu video  Dr. Indrawan Nugroho , pun tulisan ini juga terinspirasi dari video beliau. Rasanya aku lebih familiar dengan kata entrepreneur yang banyak digaungkan sejak aku masih berada di bangku sekolah. Penanaman pengetahuan tentang entrepeneur di dalam pendidikan sekolah ini, ada harapan yang dititipkan agar para pembelajar mampu menjadi seseorang yang berambisi tinggi, melahirkan banyak inovasi hingga dapat membawa perubahan yang masif. Seiring berjalannya waktu, aku menyadari bahwa aku masih belum siap untuk menjadi salah seorang itu. Aku masih nyaman menj

Memilih dengan bijak

Saat dihadapkan dengan banyaknya pilihan, tentu bukan hal yang mudah bagi kita untuk memutuskan dan memilih salah satu diantaranya. Apalagi, di zaman ini yang mana dunia sangat rentan dengan perubahan. Ada ratusan pilihan di setiap hal yang kita temui. Dan, kemampuan dalam memilih secara bijak rasanya menjadi salah satu kunci agar kita terhindar dari distraksi yang merugikan sehingga kita bisa menjalani hidup yang sesuai dengan kebutuhan dasar kita sebagai manusia. Pernah dengar istilah FOMO? FOMO ( Fear of Missing Out ) adalah keadaan di mana seseorang mengalami perasaan takut atau cemas ketika ia tidak bisa mengikuti kejadian yang menurutnya menarik dan menyenangkan yang sedang berlangsung. Aku pribadi tentu pernah mengalaminya. Saat mengalami hal itu, sangat mudah bagi aku untuk jatuh ke dalam perasaan sedih dan gelisah. Tidak jarang pula, akibat dari perasaan FOMO itu tadi, aku menjadi orang yang tidak memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan secara bijak. Keputusan dalam memili

Menulis itu candu

Besok adalah tepat hari ke tiga puluh aku menulis jurnal. Selama satu bulan ke belakang, aku merasakan ada banyak hal yang terjadi di dalam hidupku, menguras tenaga dan pikiranku. Tak jarang hal-hal itu juga menganggu dan membuatku resah. Aku merasa tidak bisa lagi menampungnya di dalam kepala. Aku pikir aku harus mencari cara agar dapat meringankan beban di kepala ini. 3 hari kemudian, aku berkonsultasi dengan seorang mentor, dan beliau juga menyarankan hal yang sama: keluarkan pikiran yang menggangu itu . Di antara pilihan-pilihan yang diberikan, aku merasa menulis lebih cocok untukku sebagai sarana meluapkan pikiranku. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mulai menulis jurnal setiap hari. Menulis itu candu. Aku rasa aku bisa menghabiskan berpuluh-puluh menit untuk menulis apapun yang sedang aku rasakan. Aku merasakan keseruan yang tidak bisa terdeskripsikan saat sedang merangkai kata-kata dan menjadikannya sebuah kalimat yang dapat dibaca oleh orang lain, walaupun di sisi lain aku s

Overthinking

Hal-hal yang sangat sepele ngga jarang buat jadi bahan pikiran. Kebiasaan mental yang buruk seperti overthinking  yang bisa membunuh secara perlahan itu memang benar adanya. Semenjak aku sadar bahwa aku adalah tipe orang yang cenderung sensitif dan overthinking , aku merasa harus belajar bagaimana cara mengendalikan perasaan dan sikap ini. Baru banget kejadian kemarin malam. Mendadak mood turun banget. Padahal posisinya lagi makan McD sambil nonton mukbang di YouTube, ceritanya lagi santai. Tapi, entah kenapa tiba-tiba aku merasa perasaan sangat bersalah, dan muncullah perkataan-perkataan "ajaib", seperti: "Kenapa malem ini aku makan ayam goreng? kok bukan makanan lain yang lebih sehat!" "Kenapa aku boros banget malem ini cuma buat makan ini doang!"  "Kenapa aku harus GoFood, sih?! Kok ngga jalan aja keluar sendiri, kan lumayan uangnya beda 14 ribu!" Dan kenapa-kenapa yang lain... Untuk meredamkan emosi itu, aku coba buat nelpon pacar, berharap b

Menerima kegagalan

Gagal lagi... gagal lagi... Kenapa, ya, kok, aku ngga bisa kayak orang-orang yang sekali nyoba langsung keterima? Ini sudah kedua kalinya aku gagal dalam percobaan mendaftar beasiswa S2. Rasanya sangat sulit bagiku menerima kenyataan bahwa aku sudah gagal. Apalagi, sebelumnya aku sudah merasa sangat yakin bahwa kali ini aku akan berhasil. Hm... sedih sekali. Mungkin, apa yang aku mimpikan beberapa hari yang lalu adalah pertanda bahwa pada kenyataannya hal yang indah itu tidak akan terjadi. Ia hanya menjadi bayang-bayang halusinasi hingga terasa sangat nyata walau di dalam mimpi. Baiklah, saatnya move on . Walaupun sejujurnya hati ini masih ngga bisa menerima kalau nyatanya aku sudah gagal, tapi aku rasa aku ngga boleh terus-terusan seperti ini. Apalagi sampai menyalahkan diri sendiri dan mengatakan hal-hal yang sia-sia, kata-kata yang hanya akan memperparah luka dari kegagalan ini. Tentu ada banyak pihak yang akan kecewa atas kegagalan ini. Namun, aku juga harus sadar bahwa perasaan me