Jalan karir

Entrepreneur, sebuah istilah yang merujuk pada seseorang yang menjalankan bisnisnya sendiri dengan berbagai resiko yang ia hadapi. Subjeknya adalah seorang wirausaha. Sebaliknya, ada juga istilah yang merujuk pada seseorang yang bekerja untuk mengembangkan potensi sebuah perusahaan melalui sebuah karya dan inovasi. Mereka adalah Intrapreneur, yang mana subjeknya adalah karyawan. Pengetahuan ini aku dapatkan ketika menonton salah satu video Dr. Indrawan Nugroho, pun tulisan ini juga terinspirasi dari video beliau.

Rasanya aku lebih familiar dengan kata entrepreneur yang banyak digaungkan sejak aku masih berada di bangku sekolah. Penanaman pengetahuan tentang entrepeneur di dalam pendidikan sekolah ini, ada harapan yang dititipkan agar para pembelajar mampu menjadi seseorang yang berambisi tinggi, melahirkan banyak inovasi hingga dapat membawa perubahan yang masif.

Seiring berjalannya waktu, aku menyadari bahwa aku masih belum siap untuk menjadi salah seorang itu. Aku masih nyaman menjadi seorang karyawan biasa di sebuah perusahaan. Aku masih nyaman mengerjakan tugas-tugas harian yang diberikan, serta kepastian finansial yang aku dapatkan setiap bulannya. Tidak ada pilihan yang terbaik diantara keduanya. Semuanya setara. Namun, karena narasi yang ditanamkan semenjak aku sekolah bahwa seseorang harus menjadi seorang entrepreneur dan berjiwa entrepreneurship, rasanya hal itu yang menjadikan derajat intrapreneur terasa tidak sebanding.

Hal ini juga mengingatkanku tentang mimpi yang sedang coba aku wujudkan dalam 5 tahun dari sekarang, salah satunya adalah aku ingin bebas secara finansial dan memiliki kontrol penuh untuk setiap hal yang aku kerjakan. Itu artinya, aku ingin menjadi seorang entrepreneur. Membandingkan dengan keadaanku sekarang, mimpi itu membuatku mempertanyakan kesiapanku: apakah aku siap untuk menetapkan ambisi yang tinggi yang akan menjadi bahan bakar utama dalam bisnisku nanti? apakah aku siap untuk selalu memposisikan diriku sebagai gelas kosong agar aku terdorong untuk terus belajar? apakah aku siap menghadapi resiko kegagalan yang ada? dan, apakah aku siap jika pada nyatanya aku harus mengakui bahwa aku telah gagal dalam mewujudkan mimpi menjadi seorang entrepeneur itu?

Masa depan adalah misteri, namun aku memiliki masa kini yang sepenuhnya milikku dan bisa dimaksimalkan. Hal yang bisa aku lakukan saat ini adalah menjalankan tugasku menjadi seorang karyawan kantoran dengan ikhlas dan sepenuh hati. Menjadi entrepenur maupun intrepreneur memang memiliki kekurangan dan kelebihannya tersendiri, sehingga menjadi seorang intrapreneur tidak bisa disebut sebagai profesi yang "kurang-kurang".

Beberapa hal yang aku syukuri karena telah menjadi bagian dari perusahaan saat ini adalah lingkungan dan suasananya yang sesuai denganku. Visi dan misi perusahaan yang lebih mengarah kepada aksi sosial melalui dukungan pendidikan juga mencerminkan bahwa perusahaan ini tidak hanya memikirkan terntang keuntungan pribadi, namun juga perusahaan yang peduli terhadap pengembangan potensi masyarakat lokal. Selain itu, aku juga merasa beruntung karena aku masih bisa melakukan hal yang aku sukai di waktu senggang, yang  pada saat itu aku bisa untuk sama sekali tidak memikirkan tentang pekerjaan.

Pada akhirnya, jalan apapun itu, selama aku bisa mengembangkan potensi diri dan memberi dampak positif bagi orang lain, maka aku akan berusaha untuk menempuh jalan itu dengan sungguh-sungguh. Serta, aku juga akan berusaha untuk selalu ingat bahwa jangan sampai pekerjaan yang sedang aku lakukan ini justru menjauhkan diri dari Allah, menyia-nyiakan potensi yang telah diberikan oleh Allah, dan tidak menghasilkan manfaat apapun yang dapat dibagikan kepada orang lain. Karena sejatinya, setiap hal yang kita lakukan jika dapat memberi manfaat kepada orang lain dan mendasari niat pekerjaan tersebut kepada Allah, maka pekerjaan itu akan dinilai sebagai bagian dari ibadah. Setidaknya, itu yang aku percaya.

Popular Posts

Thank you, 2021

Menyusuri Lorong Kehidupan: Pencarian Terang di Tengah Kegelapan

Menerima kegagalan